Spirit Berkesenian Eddy Hermanto

EDDY Hermanto (46), adalah perupa yang memiliki multiprofesi. Selain
dikenal sebagai pelukis, ia adalah penulis, kartunis, karikaturis,
ilustrator, kurator dan pendidik jebolan Pendidikan Seni Rupa IKIP
(sekarang UPI) Bandung. Dalam dunia tulis-menulis ia mengawalinya
pada 1980-an sampai pertengahan 1990-an, sebagai wartawan hiburan di
koran Mandala. Di dunia hiburan, Eddy termasuk wartawan yang telah
ikut membesarkan nama sejumlah penyanyi seperti, Inka Kristi, Merry
Andani, dan Nafa Urbah. Selain itu, ia menulis pula sejumlah esai
seni rupa di beberapa media massa yang terbit di Bandung dan Jakarta.

Sebagai karikaturis, kartunis dan ilustrator, karyanya juga sering
nampang di berbagai media massa, termasuk di harian ini. Adapun
sebagai co-kurator (Eddy tak mau disebut kurator), ia sering
menguratori karya para perupa yang akan dipamerkan, baik di Bandung,
Jakarta dan kota lainnya. Dalam kapasitasnya sebagai kurator, ia
adalah kepercayaan kurator Mamannoor. Sebagai pendidik, ia cukup
supel dan rendah hati. Dalam dunia pendidikan ia mengawalinya pada
1990-an s.d. 1999 sebagai guru Seni Rupa dan Bahasa Indonesia di SMA
Negeri Cibeber, Cianjur. Dan pada 1999 s.d. sekarang ia juga masih
dipercaya sebagai pengajar pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Rupa
di SMA Negeri 17 Kota Bandung.

Sedangkan dunia kartun ditekuninya sejak 1979 sampai sekarang. Pada
1984 Eddy bersama Budi Riyanto, Rudi St Darma dan Ganda Sumpena,
mendirikan kelompok Karung (Kerabat Kartunis Bandung), di Studio
Bambang Sapto. Pada 1995 Eddy juga sempat mengetuai Pakarti
(Persatuan Kartunis Indonesia). Sementara itu pada 1998 s.d. sekarang
ia juga tercatat sebagai anggota Yayasan Jendela Seni Bandung, dan
ketua Matra Mata Bandung (2003 s.d. sekarang).

Sebagai perupa, Eddy Hermanto sangat menghayati makna positif
kegiatan berkesenian sebagai sumber penciptaan seni yang seakan tak
pernah surut. Ia dengan sadar menghidupkan spirit berkesenian untuk
mendorong gerak kreatif menuju terciptanya karya seni rupa, karikatur
dan tulisan tentang itu. Bagi Eddy berkesenian adalah inspirasi,
idiologi sekaligus metode dalam menyikapi hidup dan kehidupan. Karya
seninya lahir dari kesenangan dan kebebasannya, mempermainkan
persepsi pribadi, fantasi, imajinasi bahkan ilusi dan halusinasi
sebagai alat ampuh bagi daya kreatifnya dalam memainkan dekonstruksi,
pendistorsian, dan penyimpangan berbagai realitas kehidupan dalam
kanvas lukisannya. Itulah rangkaian realitas yang hadir sebagai imaji
atau penampakan ikon-ikon dalam narasi rupa karya Eddy Hermanto.

Eddy dalam berkarya juga mengolah distorsi sesosok figur yang
diplesetkan secara kreatif, sehingga menghasilkan parodi,
menjungkirbalikkan arah logikanya, mengubah fakta jadi fiksi atau
sebaliknya. Lukisan-lukisan Eddy belakangan ini muncul dengan tata
rupa figuratif realistik. Figuratif dalam arti menampilkan figur-
figur yang teridentifikasi secara kasat mata (manusia, binatang,
benda-benda atau makhluk campuran manusia binatang), dan realistik
oleh kuatnya referensi terhadap struktur realitas tertentu meski
dalam bentuk terpiuh, hiperbolis yang cenderung karikatural. Figur-
figur tersebut disusun dalam suatu kontelasi yang menyiratkan laku
tertentu.

Itulah kesan selintas tentang Eddy Hermanto dan karya-karyanya.
Adapun ketika menanggapi keberadaan dunia seni rupa yang secara umum
terkesan tak begitu bisa menjanjikan dalam menopang kehidupan, Eddy
dengan optimisme tinggi menjawab, "Dalam hal ini kita harus memberi
wawasan kepada masyarakat. Masyarakat sebagai bagian dari
infrastruktur dituntut harus mampu memahami seni dan bisa
mengapresiasi seni. Kita juga harus mampu membuang image "ortodok"
dari sebagian masyarakat yang menilai bahwa seni rupa itu "madesu"
(masa depannya suram). Apalagi kalau sebuah profesi (melukis) sudah
dikait-kaitkan secara finansial. Di negara Barat justru pekerja seni
lebih dihargai. Jadi, berusahalah terus meyakinkan masyarakat bahwa
seni rupa itu pada prinsipnya sudah sejajar dengan ilmu-ilmu lain, "
ujar suami Siti Rahayu (39) dan ayah dari Intan Agustin (14) dan Raga
Gumelar (10) ini.

Sepanjang kariernya sebagai pelukis, 1981 s.d. 2003 Eddy Hermanto
telah 23 kali melakukan pameran bersama di dalam maupun luar negeri,
dan melakukan satu kali pameran tunggal bertajuk Berkebun Di Atas
Kepala di Galeri Bandung pada tahun 2000. Sedangkan pada Maret 2004
Eddy Hermanto telah melangsungkan pameran bersama bertajuk Art Clips
menemani Edo Sahir dan Dodo Abdullah di Griya Seni Popo Iskandar
(GSPI). Pada 27 Juni 2004 pameran bertajuk Art Clip garapan MatraMata
ini kembali akan digelar di Museum Ronggowarsito Semarang. Dalam
pamerannya kali ini, akan tampil pula karya Edo Sahir, Dodo Abullah,
juga Syah Fadil yang ketika pameran Art Clips di GSPI Maret lalu,
sempat jadi kurator bersama Mamannoor. Pameran karya empat perupa
Bandung di Museum Ronggowarsito, akan digabung dengan sejumlah karya
dari tiga atau empat perupa asal Semarang. (Suhendra Juhara)***

0 Comments:

About This Blog

Lorem Ipsum

Footer


  © Blogger templates Inspiration by Monkey Dollars Blog 2008

Back to TOP