Kartunis Yogyakarta dari Tiga Generasi Berkiprah di TEMBI

SENI KARTUN MERUPAKAN BENTUK KARYA SENI RUPA yang dapat mempengaruhi
opini publik, baik secara langsung maupun tidak. Seni Kartun dapat
membuat penontonnya tersenyum geli ataupun sebaliknya tersinggung
karena merasa disindir atau tersindir kepentingannya. Pujian dan
cacian, itulah dua hal yang sekaligus dapat diciptakan oleh seorang
kartunis dengan kepiawaian ide dan gambarnya melalui kartun.

Sebut saja Ons Untoro yang mengungkapkan bahwa kartun adalah tanda
bahwa kritik dilakukan tidak dengan amarah, tetapi sebuah sindiran
parikeno. Karena itu, melihat kartun sebagai sebuah informasi yang
tersembunyi, bukan hanya sekedar karya iseng belaka, menunjukkan
bahwa orang tersebut dalam keadaan sehat walafiat. Kalau kartun
dimengerti sebagai upaya untuk melecehkan, sesungguhnya orang
tersebut sedang tidak sehat nuraninya saat menikmati kartun.

Rumah Budaya Tembi Yogyakarta memberi ruang bagi seniman kartun
(kartunis) Yogyakarta untuk membuka rangkaian kegiatan 2004 rumah
budaya yang terletak di Jl. Parangtritis Km. 8,4 Bantul, Jumat
(23/01) lalu dengan tema "Wolak-Waliking Jaman". Pun kesempatan
tersebut menjadi ajang unjuk gigi kartunis dan nostalgia akan
keberadaan "Pakyo" Paguyuban Kartunis Yogyakarta sekaligus
reaktualisasi seni kartun dan masa depannya di Kota Gudeg ini.

Kota Yogyakarta merupakan gudangnya kartunis, ini dibuktikan dengan
banyaknya kelompok-kelompok kartunis, dan menjadi motivasi tumbuhnya
kelompok-kelompok kartunis di Indonesia lewat "Pakyo" yang telah
eksis belasan tahun lalu dan memotori terbentuknya "Pakarti"
Persatuan Kartunis Indonesia yang berpusat di Jakarta. Dan saat ini
didukung pula dengan keberadaan studi kartun di ISI
Yogyakarta, "KartunISI" serta pernah berpameran dua kali di kota
Yogakarta ini, dari kegiatan tersebut dapat menjadi media tumbuhnya
sumberdaya kartunis di Yogyakarta tak akan pernah terputus.

Sekitar 20 peserta kartunis Yogyakarta, dari tiga generasi, yaitu
generasi pertama adalah kartunis yang aktif awal tahun 70`an,
generasi kedua tahun 80`an, dan generasi ketiga tahun 90`an menggelar
karya-karya mereka. Interpretasi dari masing-masing kartunis yang di-
visualisasi-kan dalam bentuk karya kartun bisa membuat orang jengkel
sekaligus geli dalam melihat perubahan jaman yang dikartunkan.

Dari masing-masing generasi mempunyai cita rasa yang berbeda-beda
mengenai perubahan tersebut. Barangkali ada generasi yang melihat
bahwa tidak ada yang istimewa dalam perubahan, namun ada pula
generasi yang bisa jernih melihat jaman yang berubah dan menghasilkan
figur yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Pameran Kartun sebagai salah satu tanda Kegiatan Rumah Budaya Tembi
2004 "Wolak-Waliking Jaman" ini dibuka oleh Direktur Rumah Budaya
Tembi Nuranto. Mewakili peserta kartunis Bagong Soebardjo, yang kerap
dipanggil "Bagong", dalam sambutannya mengatakan bahwa pameran ini
diharapkan dapat menggugah teman-teman kartunis "Pakyo" untuk terus
berkarya.

Sumber : Dhananti Santi Budi 24 Januari 2004, 22:28:08 wib

0 Comments:

About This Blog

Lorem Ipsum

Footer


  © Blogger templates Inspiration by Monkey Dollars Blog 2008

Back to TOP